Mengenali Prinsip- Prinsip Dasar Filsafat Modern

By | 07/06/2010

Mengenali Prinsip- Prinsip Dasar Filsafat Modern
Filsafat modern ini merupakan pembagian dalam sejarah Filsafat Barat yang menjadi tanda berakhirnya era skolastisisme.
Istilah modern berasal dari kata latin “moderna” yang artinya “sekarang”, “baru” atau “saat kini”. Dari pengertian dasar tersebut kita dapat mengasumsikan bahwa didalam kehidupan modern muncul kesadaran waktu akan kekinian. Asumsi ini tidaklah berarti sebelumnya orang tidak hidup di masa kini, akan tetapi lebih tepat mengatakan bahwa sebelumnya orang kurang menyadari bahwa manusia bisa mengadakan perubahan – perubahan secara kualitatif. Oleh sebab itu “modernitas” tidaklah hanya berarti sebagai zaman periode saja. Akan tetapi dapat juga diartikan sebagai bentuk kesadaran intelektual yang terkait dengan masa kini. Dan arti ini lebih mendasar dibandingkan pemahaman- pemahaman yang bersifat sosiologis atau ekonomis, meskipun pemahaman akhir- akhir ini tentang masyarakat modern lebih merujuk tumbuhnya sainstek dan ekonomi kapitalisme. Karena pemahaman ini lebih bersifat epistemologi; perubahan bentuk- bentuk kesadaran berfikirlah yang kita inginkan bukan perubahan secara institusional sebuah masyarakat.
Pada masa sebelum modern, perkembangan alam pikiran barat sangat terkekang oleh keharusan untuk disesuaikan dengan ajaran agama. Perkembangan penalaran tidak dilarang tetapi harus disesuaikan dan diabadikan pada keyakinan agama. Filsafat pada masa itu mencurahkan perhatian terhadap masalah metafisik. Saat itu sulit membedakan mana filsafat dan mana teologi gereja. Hal ini sangat berbeda dengan pemikiran modern yang sudah dijelaskan dalam pembahasan pertama.
Masa filsafat modern diawali dengan munculnya Renaissance sekitar abad 15 dan 16 M, kata “renaissance” berarti kelahiran kembali. Yang dimaksud dengannya adalah usaha untuk menghidupkan kembali kebudayaan klasik (Yunani Romawi). Pokok permasalahan pada masa ini, sebagaimana periode skolastik adalah sintesa agama dan filsafat dengan arah yang berbeda. Era renaissance ditandai dengan tercurahnya perhatian pada berbagai bidang kemanusiaan baik sebagai individu maupun sosial.
Filosof pada masa renaissance antara lain Fancis Bacon. Dia berpendapat bahwa filsafat harus dipisahkan dari teologi meskipun ia meyakini bahwa penalaran dapat menunjukkan Tuhan. Tetapi ia menganggap bahwa segala sesuatu yang bercirikan lain dalam teologi hanya dapat diketahui dengan wahyu sedangkan wahyu sepenuhnya bergantuing pada penalaran. Hal ini menunjukkan bahwa bacon termasuk orang- orang yang membenarkan konsep ganda, yaitu kebenaran wahyu dan akal.
Sejarah filsafat modern lalu bisa dilukiskan sebagai pemberontakan intelektual terus menerus terhadap metafisika tradisional. Karena pemikiran yang berdasrkan pada iman (teologi) lebih dikalahkan oleh pemikiran yang berdasarkan pada akal (rasio). Disisi lain filsafat modern juga menjadi sebuah emansipasi, sebuah kemajuan berfikir yang sebelumnya didominasi oleh pemikiran metafisika tradisional yang didukung oleh kekuasaan gereja. Pada posisi ini mendukung radikalisasi lebih lanjut yaitu pemisahan ilmu pengetahuan dari filsafat. Kalau filsafat tradisional lebih mempermasalahkan kepada hal- hal yang bersifat teosentris yaitu persoalan kenyataan Adi Kodrati, entah yang disebut Allah, ruh dsb. Filsafat modern lebih mempermasalahkan kepada hal- hal yang bersifat antroposentris yaitu bagaimana menemukan dasar pengetahuan yang shohih tentang semua itu hal ini menjadi sebuah usaha untuk melepaskan diri dari tradisi. Oleh karena itu, diluncurkan tema- tema sebagai refleksi baru seperti: rasio, persepsi, afeksi sehingga pada masa filsafat modern ini pengetahuan baru sudah banyak muncul seperti yang sekarang ini kita kenal dengan “ilmu pengetahuan modern” yakni ilmu-ilmu alam.
Dari berbagai hal penjelasan di atas seperti adanya dominasi kekuasaan gereja, adanya keinginan untuk berfikir bebas yang lepas dari kekuasaan. Munculnya kesadaran akan diri sendiri. Ada beberapa hal yang dapat dijadikan prinsip-prinsip dasar filsafat modern:
1. Humanisme dan Subjektivisme (individualisme)
Humanisme adalah pandangan bahwa manusia mampu mengatur dunia dan dirinya. Hal ini yang di kehendaki adalah manusia haruslah menjadi sebuah ukuran kebenaran karena manusia mempunyai kemampuan berfikir,bukan kebenaran itu di ukur berdasarkan ukuran dari gereja. Kaum humanis percaya bahwa rasio dapat melakukan segalanya dan lebih penting dari pada iman, sehingga kitab suci mulai di pelajari, di tafsirkan kembali dengan akal (rasio) belaka, yang lebih penting lagi adalah para kaum humanis ini menekankan perubahan-perubahan di bidang sosial, politik dan ekonomi.

Subjektivisme dipahami sebagai kesadaran akan dirinya sendiri sebagai subjectum yaitu sebagai pusat realitas yang menjadi ukuran segala sesuatu. Sebagai ilustrasi Jacob Burckhardt, menjelaskan bagaimana manusia dalam masyarakat abad pertengahan lebih mengenal dirinya sebagai ras, rakyat, partai, keluarga,atau kolektif. Lewat modernisasi yang dimulai di italia di zaman renaissance manusia lebih menyadari dirinya sebagai individu,”menjelang akhir abad ke-13”sekonyong-konyong italia di penuhi oleh pribadi;penghalang individualisme telah di bobol;ribuan wajah individual menspesialisasikan dirinya tanpa batas.

Ide-ide diatas diperkuat oleh Descartes dengan pernyataannya “Cogito ergo sum”(saya berfikir maka saya ada) pernyataan inilah yang dijadikan formulasi kesadaran yang dipertahankan sampai abad 20 sehingga manusia mengetahui akan dirinya sendiri melalui rasio.

2. Rasionalisme
Sebagaimana dikatakan oleh bapak filsafat modern, Rene Descartes. Rasionalisme adalah paham filsafat yang menyatakan bahwa akal adalah alat terpenting untuk memperoleh pengetahuan. Menurut aliran rasionalis, suatu pengetahuan diperoleh dengan cara berfikir.

Prinsip inilah yang membedakan filsafat modern dengan filsafat abad pertengahan yang beitu kuat dipengaruhi oleh keimanan yang tergambar dalam ungkapan “Credo ut intelligan”. Hal ini yang membuat takut para pemikir untuk mengemukakan hasil pemikirannya yang berbeda dari pendapat tokoh gereja. Dan Descartes-lah yang berani menyimpulkan bahwa dasar filsafat adalah akal, bukan perasaan, bukan iman, bukan ayat suci dan bukan yang lainnya.

3. Empirisme
Empirisme adalah salah satu aliran dalam filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan serta pengetahuan itu sendiri dan mengecilkan peranan akal. Istilah empirisme diambil dari bahasa yunani “empeiria” yang berarti pengalaman indrawi. sebagai suatu doktrin, empirisme adalah lawan rasionalisme.
Rasionalisme empirisme masing-masing mempunyai pendirian yang berbeda tentang sifat pergerakan manusiawi. Rasionalisme mengatakan bahwa pengetahuan yang sejati adalah berasal dari rasio, sehingga pengetahuan indrawi merupakan suatu bentuk pengetahuan kabur saja. Sebaliknya empirisme berpendapat bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman sehingga pengetahuan indrawi merupakan bentuk pengetahuan yang paling jelas dan sempurna.

4. Kritisisme
Melihat bertolak belakangan rasionalisme dan empirisme yaitu pergerakan atau pengetahuan yang didapat dari rasio dan pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman indrawi, Kant dengan filsafatnya kritisisme akan berusaha menyelesaikan pertentangan antara keduanya untuk itulah ia menulis dalam bukunya berjudul Kritik Derreinen (kritik atas rasio murni), Kritik Der urteilskraft (kritik atas daya pertimbangan).

Menurut kant,dalam pergerakan indrawi selalu sudah ada dua bentuk apriori, yaitu ruang dan waktu, kedua duanya berakar dalam struktur subyek sendiri. Memang ada suatu realitas terlepas dari subyek yang menyandra, tetapi realitas(berada dalam dirinya) tidak pernah dikenalinya,kita hanya mengenal gejala-gejala yang merupakan sintesa antara hal-hal yang datang dari luar(aposteriori) dengan bentuk ruang dan waktu (apriori) .
Dengan kritik dimaksudkan bahwa rasio tidak hanya menjadi sumber pengetahuan melainkan juga menjadi kemampuan praktis untuk membebaskan individu dari wewenang tradisi atau untuk menghancurkan prasangka-prasangka yang menyesatkan .

 

Daftar pustaka

Bertens, K, Ringkasan Sejarah Filsafat, Kanisius, Yogyakarta; 1998.
_________,Panorama filsafat modern,DARAS, Jakarta; 2005
Hardiman F.Budi, filsafat modern, gramedia, jakarta; 2004.
Syadali Ahmad,dkk filsafat umum, pustaka setia, bandung; 2004

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.