Peranan Pendidikan Islam

By | 08/06/2010

Sebuah tulisan tentang: Peranan Pendidikan Islam

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jika dilihat secara historis, lahirnya Islam disertai dengan lahirnya revolusi pendidikan, hal ini bukan apologis bahwa ayat yang pertama turun adalah iqro’ (perintah membaca), kemudian disusul al-Muddatsir (perintah untuk bangkit). Namun lebih dari itu, Nabi Muhammad memang telah melakukan revolusi dalam bidang pendidikan, Nabi melakukan pemberantasan buta huruf besar-besaran. Hal ini disadarkan atas perseimbangan bahwa agama tidak akan berkembang apabila jatuh ke tangan orang-orang yang bodoh dan terbelakang (jahiliyah).
Bahkan untuk menyukseskan program pemberantasan buta huruf ini, Nabi mengesampingkan perbedaan sikap politik dan agama. Terbukti tahanan perang (musuh) dapat dibebaskan jika ia sanggup mengajar kepada beberapa orang dari umat Islam. Hal ini merupakan contoh sikap keterbukaan Nabi yang luar hebatnya dan sampai sekarang belum terulang lagi dalam sejarah.

Kebijakan ini mampu merubah masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat belajar (berlangsung sekitar 1 abad) yang selanjutnya tumbuh sebagai penopang lahirnya masyarakat ilmu (berlangsung sekitar 7 abad) yang pengaruhnya masih berlangsung tiga abad lagi (sampai runtuhnya umat Islam abad 16). Kebangkitan Islam dari abad 6 sampai abad 15 masih meninggalkan beberapa warisan budaya dan ilmu pengetahuan, serta mampu menguasai 2/3 belahan bumi.

Tuntutan agama Islam pada khususnya, sejak awal penyebarannya di dunia ini adalah mengajak dan mendorong umat manusia agar mau bekerja keras mencari kesejahteraan hidup di dunia dan kebahagiaan di akhirat secara simultan antara etos kerja yang terintegrasi, yang satu sama lain saling berkaitan secara kontinu, termasuk etos ilmiah yang mendorong ke arah pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Etos ilmiah di kalangan masyarakat dunia Islam pada masa keemasan dari abad VIII masehi sampai abad XIV masehi di kawasan Timur Tengah, Afrika Utara, dan Spanyol (Islam) di bawah bendera Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah di Timur Tengah di kawasan Irak, benar-benar mampu mendorong kemajuan dalam bidang filsafat ilmu dan teknologi dalam rentang yang luas.

Masalah pendidikan adalah masalah duniawi, ajaran Islam hanya memberikan dasar dan garis-garis pokoknya, sedangkan detailnya diserahkan kepada akal sehat, modus bagaimana yang baik dan yang benar. Berbeda dengan masalah hukum misalnya, di mana al-Qur’an maupun al-Sunah memberikan alokasi yang sangat besar, meskipun persoalan hukum juga bisa di-ijtihadi. Berdasarkan realitas ini, seharusnya pendidikan telah mengalami dinamika yang cepat mengingat ada ruang gerak yang longgar untuk mengembangkannya. Logikanya, semakin longgar wilayah ijtihad-nya, maka semakin dapat mempercepat perkembangannya.

Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting, bahkan paling penting dalam mengembangkan peradaban Islam dan mencapai kejayaan umat Islam. Dilihat dari objek formalnya, pendidikan menjadikan sarana kemampuan manusia untuk dibahas dan dikembangkan. Dalam persoalan kemajuan peradaban dan umat Islam, kemampuan manusia ini harus menjadi perhatian utama, karena ia menjadi penentunya.

Ini berarti kajian pendidikan berhubungan langsung dengan pengembangan sumber daya manusia yang belakangan ini diyakini lebih mampu mempercepat kemajuan peradaban, dari pada sumber daya alam. Ada banyak negara yang potensi alamnya kecil tetapi potensi sumber daya manusianya besar mampu mengalahkan kemajuan negara yang sumber daya alamnya besar tetapi sumber daya manusianya kecil, seperti Jepang terhadap Indonesia.

Masalah klasik yang tetap aktual karena masih sering dipersoalkan oleh pakar pendidikan (Islam) adalah adanya dikotomi dalam sistem pendidikan. Dualisme dikotomi nampaknya sudah berkembang, dan dianggap sebagai sistem pendidikan modern yang sesuai dengan zaman. Sebenarnya hal ini tidak boleh terjadi, karena dualisme dikotomi yaitu sistem pendidikan barat yang dinasionalisasikan dengan menambah beberapa mata pelajaran agama (Islam) dan sistem pendidikan Islam yang berasal dari zaman klasik (tradisional) yang tidak diperbaharui secara mendasar, mempunyai arah yang berbeda atau dalam beberapa sisi penting justru bertolak belakang.

Persoalan dualisme dikotomik sistem pendidikan dimaksud, tidak saja terjadi di Indonesia tapi juga melanda seluruh negara muslim atau yang penduduknya mayoritas Islam. Kondisi yang tidak kondusif ini, mengundang para cendekiawan muslim dari berbagai penjuru dunia, untuk memecahkan persoalan tersebut, agar supaya membangun peradaban Islam alternatif benar-benar dapat terwujud.

Sementara itu, bagi pondok pesantren, sebagai lembaga pendidikan Islam yang didayagunakan atas swadaya murni masyarakat, justru lebih sulit lagi keadaannya. Output lembaga pendidikan ini, tidak mempunyai peluang yang berarti untuk bersaing sebagai wujud nyata partisipasinya dalam pembangunan, apalagi dalam kaitannya dengan pembangunan secara fisik. Hal ini karena lembaga pendidikan model pondok atau bahkan lembaga pendidikan Islam pada umumnya, sudah terlanjur dianggap sebagai lembaga “kedinasan” agama yang diwajibkan oleh ajaran agama itu sendiri, sehingga kesempatan kiprahnya disektor formal menjadi sempit karena faktor “kedinasannya” dan hanya dianggap “layak” untuk menciptakan ulama atau da’i. intinya pendidikan Islam dianggap hanya berorientasi pada akhirat semata.

B. Identifikasi Masalah
1. Melihat kenyataan adanya penanganan yang kurang tepat terhadap sistem pendidikan Islam sehingga menghasilkan output yang tidak tepat sasaran.
2. Sistem pendidikan Islam yang masih jauh dari idealisme yang dicita-citakan.
3. Adanya pandangan terhadap dikotomi ilmu pengetahuan yang lebih mementingkan keilmuan umum.
C. Batasan Masalah
Luasnya persoalan yang melingkupi dunia pendidikan Islam mengharuskan penulis untuk membatasi pembahasan hanya pada persoalan evaluasi terhadap peranan pendidikan Islam yang berjalan selama ini serta kajian terhadap sistem pendidikan Islam yang lebih efektif dan tepat sasaran.
D. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas maka dapat dirumuskan dua pokok permasalahan sebagai berikut
1. Seberapa jauhkah pendidikan Islam telah mampu membekali anak didik untuk menghadapi dan memecahkan permasalahan secara proporsional yang akan dihadapinya dimasa mendatang?
2. Pendekatan apakah yang paling tepat digunakan dalam proses pendidikan Islam agar proses pendidikan dapat berjalan dengan efektif?
E. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui peranan pendidikan Islam dalam membekali anak didik untuk memecahkan berbagi persoalan yang muncul dalam kehidupannya.
2. Menemukan pendekatan pengajaran pendidikan Islam yang dapat menciptakan kelancaran proses pendidikan serta menghasilkan output yang tepat sasaran.
F. Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini diharapkan :
1. Dapat mengetahui peranan pendidikan Islam dalam memberikan bekal bagi peserta didik untuk menghadapi berbagai persoalan yang melingkupi kehidupannya.
2. Dapat mengetahui pendekatan yang paling tepat dalam menciptakan kelancaran proses pendidikan Islam.
 

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

1. Pandangan Islam terhadap Pendidikan
Islam adalah agama yang haq dan diridhoi Allah swt, diturunkan melalui Nabi Muhammad saw yang dipilih sebagai rasulNya yang terakhir. Ajaran atau petunjuk Allah swt yang disebut agama Islam itu, terhimpun secara lengkap dan sempurna didalam Al Qur’an , sebagaimana difirmankan melalui surat Ali Imran ayat 138 sebagai berikut :


هذا بيان للنّاس وهدى وموعظة للمتّقين
(Al Quran) Itu adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.

Bagi umat Islam diakui bahwa pandangan hidup atau ideologi itu diridhoi Allah swt sebagai pedoman dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang bersifat duniawiah, termasuk juga dalam penyelenggaraan pendidikan. Akan tetapi dalam urusan duniawiah yang berhubungan dengan keselamatan di akhirat, umat Islam tidak dapat hanya menggantungkan diri pada pandangan hidup atau ideologi tersebut, yang mungkin sangat ampuh dalam mewujudkan keselamatan di dunia.

Sehubungan dengan itu berarti tidak perlu ada keraguan bagi umat Islam untuk mendasarkan dan melaksanakan pendidikan menurut ajaran Islam yang bersumber pada Al Qur’an dan Hadits Rasulullah Muhammad saw. Dasar dan pelaksanaannya tidak boleh diselewengkan dari kemurniannya, sebagaimana dilakukan oleh orang-orang yang memperalat agama untuk kepentingan diri atau kelompoknya saja. Jika terjadi penyalagunaan atau penyelewengan itu, tunggulah murka, azab dan siksa Allah swt yang pasti akan datang pada orang atau golongan/kaum atau bangsa yang tidak bertanggung jawab.
2. Pengertian Pendidikan Islam
Berikut ini pendapat para ahli tentang pendidikan Islam:
1). Menurut Drs. Ahmad D. Marimba : pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dengan pengertian yang lain seringkali beliau mengatakan kepribadian utama tersebut dengan istilah kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.

2). Menurut Abdur Rahman Nahwawi


التربيه الإسلامية هيى التنظيم المتفسير والإجتماعيى الزي يؤدي إلى اعتناقى الإسلام وتطبيقة كليافى حياة الفرد والجماعة
Pendidikan Islam ialah pengaturan dan masyarakat yang karenanya dapatlah memeluk Islam secara logis dan sesuai secara keseluruhan baik dalam kehidupan individu maupun kolektif.

3). Menurut Drs. Burlian Shomad : Pendidikan Islam ialah pendidikan yang bertujuan membentuk individu menjadi makhluk yang bercorak diri berderajat tinggi menurut ukuran Allah dan isi pendidikannya untuk mewujudkan tujuan itu adalah ajaran Allah. Secara rinci beliau mengemukakan pendidikan itu baru dapat disebut pendidikan Islam, apabila memiliki dua ciri khas yaitu :
a. Tujuannya untuk membentuk individu menjadi bercocok diri tertinggi menurut ukuran Al Qur’an
b. Isi pendidikannya ajaran, Allah yang tercantum dengan lengkap di dalam Al-Qur’an dan pelaksanaannya didalam praktek kehidupan sehari-hari sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw.

4). Menurut Mustofa al-Ghulayani : bahwa pendidikan Islam ialah menanamkan akhlak yang mulia didalam jiwa anak dalam masa pertumbuhannya dan menyiraminya dengan air petunjuk dan nasihat, sehingga akhlak itu menjadi salah satu kemampuan (meresap dalam) jiwanya kemudian buahnya berwujud keutamaan, kebaikan dan cinta bekerja untuk kemanfaatan tanah air.

5). Menurut Syah Muhammad A Naquib Al-Atas : pendidikan Islam ialah usaha yang dilakukan pendidikan terhadap anak didik untuk pengenalan dan pengakuan tempat-tempat yang benar dari segala sesuatu dalam tatanan penciptaan sehingga membimbing kearah pengenalan dan pengakuan akan tempat Tuhan yang tepat didalam tatanan wujud dan kepribadian.

6). Menurut Prof. Dr. Hasan Langgulung : pendidikan Islam ialah pendidikan yang memiliki 3 macam fungsi yaitu :
a. Menyiapkan generasi muda untuk memegang peranan-peranan tertentu dalam masyarakat pada masa yang akan datang. Peranan ini berkaitan erat dengan kelanjutan hidup (survival) masyarakat sendiri.

b. Memindahkan ilmu pengetahuan yang bersangkutan dengan peranan-peranan tersebut dari generasi tua kepada generasi muda

c. Memindahkan nilai-nilai yang bertujuan memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat yang menjadi syarat mutlak bagi kelanjutan hidup (survival) suatu masyarakat dan peradaban, dengan kata lain, tanpa nilai-nilai keutuhan (integrity) dan kesatuan (integration) suatu masyarakat, maka kelanjutan hidup tersebut tidak akan dapat terpelihara dengan baik yang akhirnya akan berkesudahan dengan kehancuran masyarakat itu sendiri.

7). Hasil seminar pendidikan Islam se-Indonesia tanggal 7 sampai dengan 11 Mei 1960 di Cipayung Bogor mengatakan :
“Pendidikan Islam adalah bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam”.
Sejalan dengan pengertian pendidikan tersebut di atas, maka pendidikan Islam kegiatannya bermaksud untuk mengajak orang lain mengerjakan perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan Allah swt, yang bermuara pada perwujudan dan peningkatan iman kepada-Nya. Upaya itu bertolak dari keyakinan bahwa selama kehidupannya, setiap manusia selalu dapat berubah dan berkembang dalam cara berpikir, bersikap dan bertingkah laku, untuk menjadi orang-orang yang hanya mengabdikan dirinya kepada khaliknya atau penciptanya.

3. Dasar-dasar Pendidikan Islam
Dasar pendidikan Islam secara garis besar ada 3 yaitu : Al Qur’an, As-Sunnah dan perundang-undangan yang berlaku di negara kita.
a. Al Qur’an
Ayat Al-Qur’an yang pertama kali turun adalah ayat yang disamping berkenaan dengan masalah keimanan juga masalah pendidikan. Allah berfirman :
إقرأ باسم ربّك الذي خلق (1) خلق الإنسان من علق (2) إقرأ وربّك
Artinya :
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. (QS. Al ‘Alaq : 1-5)

b. As-Sunnah
Rasulullah saw mengatakan bahwa beliau adalah juru didik. Rasulullah saw bersabda:


من كتم علماالجمه الله بلجام من النار (رواه ابنى ماجه
Artinya :
Barangsiapa yang menyembunyikan ilmunya maka Tuhan akan mengekangnya dengan kekang berapi.” (HR. Ibnu Majah)

c. Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia
1). UUD 1945, pasal 29
Ayat 1 berbunnyi :“Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa”
Ayat 2 berbunyi :“Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya, masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu….”

d. GBHN
Dalam GBHN Tahun 1993 bidang agama dan kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa No. 22 disebutkan :
“Kehidupan beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa makin dikembangkan sehingga terbina kualitas keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kualitas kerukunan antara dan antar umat beragama dan penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam usaha memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa serta meningkatkan amal untuk bersama-sama membangun masyarakat.

e. UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
1. Pasal 11 ayat 1 disebutkan :
“Jenis pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik dan pendidikan profesional

2. Pasal 11 ayat 6 disebutkan :
“Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan.

4. Sistem Pendidikan Islam
Sistem pendidikan merupakan rangkaian dari sub sistem-sub sistem atau unsur-unsur pendidikan yang saling terkait dalam mewujudkan keberhasilannya. Ada tujuan, kurikulum, materi, metode, pendidik, peserta didik, sarana, alat, pendekatan dan sebagainya. Keberadaan satu unsur membutuhkan keberadaan unsur yang lain, tanpa keberadaan salah satu diantara unsur-unsur itu proses pendidikan menjadi terhalang, sehingga mengalami kegagalan. Misalnya dalam proses pendidikan tidak ada tujuan pendidikannya, maka pendidikan tidak bisa berjalan.
Dengan mengubah sistem pendidikan Islam sesuai dengan petunjuk-petunjuk wahyu diharapkan mampu merombak tatanan-tananan sosial dan kultural yang terdapat pada umat Islam agar mereka menjadi pemikir yang energik, produsen yang produktif, pengembang yang kreatif, atau pekerja yang memiliki semangat tinggi. Pada masing-masing kondisi ini dilapisi iman, taqwa dan akhlak yang mulia. Kondisi ini akhirnya mampu membentuk masyarakat yang memiliki orientasi seimbang dalam kehidupan mereka, yaitu orientasi dunia dan akhirat, orientasi kekayaan atau prestasi dan pengabdian kepada Tuhan. Selanjutnya mereka dapat mengontrol kelemahan dan kesalahannya sendiri dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat mencegah penyimpangan-penyimpangan yang fatal sedini mungkin.

Untuk mendukung renovasi sistem pendidikan Islam tersebut sistem pendidikan kita harus mengandung sebuah misi penyampaian wawasan (vision) Islam. Sebaliknya, “kita harus menolak sistem pendidikan yang didasarkan atas paternalisme dan yang memaksakan perspektif-perspektif yang asing bagi masyarakat kita. Agaknya penting disadari, bahwa kita tidak mampu mengubah sistem pendidikan secara mendadak tanpa mengubah struktur kekuasaan dalam masyarakat kita. Selama masyarakat kita masih bercorak paternalistik, rasanya tidak mudah mewujudkan sistem pendidikan yang benar-benar berkemampuan melahirkan kreatifitas. Pada masyarakat paternalistik itu, ketergantungan seseorang pada figur-figur tokoh sangat tinggi. Oleh karena itu, diperlukan tahapan sosialisasi untuk memperkenalkan sistem pendidikan yang memberdayakan semua pihak baik pendidik, peserta didik, masyarakat dan pemerintah.
5. Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia
Sejak sebelum kemerdekaan Indonesia sampai sekarang banyak terdapat lembaga pendidikan Islam yang memegang peranan sangat penting dalam rangkaian penyebaran agama Islam di Indonesia, disamping peranannya yang cukup menentukan dalam membangkitkan sikap patriotisme dan nasionalisme sebagai modal mencapai kemerdekaan Indonesia serta menunjang tercapainya tujuan pendidikan nasional.
Dilihat dari bentuk dan sifat pendidikannya lembaga-lembaga pendidikan Islam tersebut ada yang bersifat non formal, seperti langgar/surau/rangkang, pondok pesantren dan ada yang bersifat formal, seperti madrasah.
Setelah Indonesia merdeka dan mempunyai Departemen Agama, maka secara instansional Departemen Agama diserahi kewajiban dan tanggung jawab dalam lembaga-lembaga tersebut. Lembaga pendidikan Islam ada yang berstatus negeri dan ada yang berstatus swasta.

Yang berstatus negeri misalnya :
1. Madrasah Ibtidaiyah Negeri (tingkatan dasar)
2. Madrasah Tsanawiyah Negeri (tingkatan menengah pertama)
3. Madrasah Aliyah Negeri (tingkatan menengah atas). Dahulunya sebelum sekolah Guru dan Hakim Agama (SGHA) dan pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN).

6. Strategi Pendidikan Islam
Berdasarkan analisis kekuatan dan kelemahan pendidikan Islam serta kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi dalam dunia pendidikan pada awal abad XXI mendatang, ada beberapa strategi yang dapat ditawarkan, dengan catatan bahwa masing-masing memiliki validitas yang berbeda. Strategi tersebut dikelompokkan dalam (1) strategi global, dan (2) strategi sektor (M. Chabib Thoha, 1990).
1. Strategi global
Dalam strategi ini ada dua pendekatan yang dapat digunakan, yakni (1) pendekatan sistematik, dan (2) pendekatan proses

2. Strategi sektoral
Strategi sektoral bersifat lebih kemporal dan kondisional, pendekatan yang ditawarkan tidak dapat ditetapkan untuk semua kondisi dan waktu. Disamping itu masih memiliki ketergantungan yang sangat besar terhadap sistem pendidikan tertentu.

Di antara pendekatan yang ditawarkan untuk menyusun strategi pendidikan Islam untuk lebih baik dan berkualitas, antara lain (1) Islamisasi IPTEK, (2) Islamisasi ilmuwan, (3) penguasaan teknologi informasi dan komunikasi, (4) legalitas kelembagaan, pengakuan profesional, dan (5) pendekatan substantif (M. Chabib Thoha 1990).
 

BAB III

METODE PENULISAN

Penulisan karya ilmiah ini dimulai dengan pencarian data-data dan informasi berupa pengamatan secara langsung serta data sekunder yang berasal dari buku-buku teks, jurnal-jurnal, laporan hasil penelitian. Dalam menyelesaikan masalah, karya tulis ini didekati dengan studi literatur komunikasi persoalan agar didapatkan gambaran yang nyata tentang permasalahan.

Proses selanjutnya adalah pembuatan outline, yang berisi ide-ide umum yang akan dimuat dalam tulisan ini. Hal ini berguna untuk membatasi karya tulis agar sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Outline juga mempermudah proses data collecting (pengumpulan data).

Data-data dan informasi yang diperoleh dikumpulkan dan diolah sesuai dengan outline, tema dan tujuan penulisan. Hasil pengolahan ditulis berdasarkan pedoman umum penyelenggaraan lomba karya tulis ilmiah mahasiswa tingkat perguruan tinggi/wilayah/nasional.

 

BAB IV

PEMBAHASAN DAN ANALISIS
Pendidikan merupakan bentuk investasi yang paling baik, maka setiap negara muslim mengalokasikan porsi terbesar dari pendapatan nasionalnya untuk program-program pendidikan. Bila umat Islam memang bermaksud merebut peranan sejarahnya kembali dalam percaturan dunia, kerja pertama yang harus ditandinginya adalah membenahi dunia pendidikan Islam sehingga mampu menciptakan lingkungan yang kondusif bagi lahirnya cendekia-cendekia yang berfikir kreatif, otentik dan orisional, bukan cendekia-cendekia “konsumen” yang berwawasan sempit, terbatas dan verbal.
Pendidikan dapat dilihat pula dari pengertian yang lebih sempit karena Islam menerima konsep manusia dewasa (baligh) dan anak yang belum dewasa yang berbeda tanggung jawabnya dihadapan Allah swt, sehubungan dengan itu pendidikan diartikan sebagai proses atau rangkaian kegiatan orang dewasa yang beriman, dalam membantu anak yang belum dewasa agar mencapai kedewasaannya untuk mampu menjalankan tugas-tugasnya sebagai khalifah di muka bumi dengan didasari iman yang kokoh pada Allah swt. Dasar iman yang kokoh itu akan menjadi pendorong kehendaknya untuk selalu berbuat kebaikan dan menjauhi serta mencegah perbuatan dosa, sebagaimana diajarkan oleh Islam sebagai agama yang haq.

Hasil pendidikan yang bernafaskan Islam harus menyentuh seluruh aspek kepribadian, baik batiniah (mental/spiritual) maupun tingkah laku fisik, yang bukan akibat kematangan (maturation) dalam perkembangan manusia, terutama pada masa kanak-kanak, perubahan dan perkembangan aspek fisik dan non fisik itu, harus terarah sepenuhnya pada mencari ridho Allah swt. Dalam bentuk konkritnya pendidikan Islam menghendaki terwujudnya satu kesatuan antara kata (sebagai pencerminan batiniah) dengan perbuatan yang diwarnai oleh ketaqwaan pada Allah swt.

Adanya penanganan yang kurang serius terhadap pendidikan akan menimbulkan ketidak efektifan proses pengembangan pendidikan itu sendiri. Hal ini banyak dijumpai di sebagian masyarakat yang masih berpikiran sempit dan apatis terhadap prospek pendidikan Islam dalam menjamin kesejahteraan kehidupan mereka di dunia sehingga berpengaruh terhadap semangat mereka dalam pengembangan pendidikan di lingkungan umat Islam.
Pembenahan sistem pendidikan Islam dapat dilakukan dengan melibatkan sejumlah komponen yang mampu memberikan dukungan positif bagi terlaksananya sistem tersebut.

Pengembangan sistem pendidikan Islam perlu senantiasa diwujudkan dalam praktek pendidikan untuk membuktikan konsistensi terhadap harapan-harapan yang bersifat normatif dan kemampuan membentuk pola-pola sistem pendidikan yang diajukan sebagai alternatif dalam mengatasi problem-problem pendidikan akibat penerapan sistem pendidikan Islam yang selama ini terpengaruh sistem pendidikan barat. Hal ini juga berguna untuk menepis keragu-raguan dari berbagai pihak terhadap sistem pendidikan Islam.
KESIMPULAN
Demikian karya tulis yang sederhana ini, penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dari awal sampai akhir masih banyak kekurangan baik dari segi penulisan maupun ketegasan keilmuan yang ditawarkan. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun senantisa diharapkan demi kebaikan di masa yang akan datang. Ada kebaikan dalam kerya tulis ini semata-mata karena Allah memperlihatkannya kepada para pembaca, dan ada kejelekan di dalamnya—semata-mata berasal dari ketidaktahuan dan keterbatasan penulis. Akhir kata, Wassalamu’alaikum Warahmatullahiwabarakatuh.
Yogyakarta, 13 April 2009

Miftakhudin
NIM. 05120035
 

DAFTAR PUSTAKA

 
Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta: 1996
Djamaluddin dan Abdullah Aly, Kapita Selekta Pendidikan Islam, CV. Pustaka Setia, Bandung: 1998
Hadari Nawawi, Pendidikan dalam Islam, Al Ikhlas, Surabaya: 1993
Mujamil Qomar, Epistimologi Pendidikan Islam dari Metode Rasional hingga Metode Kritik., Erlangga, Jakarta: 2005
Muslih Usa, Pendidikan Islam di Indonesia, PT. Tiara Wacana, Yogyakarta: 1991
Nur Ubiyati, Ilmu Pendidikan Islam (IPI), CV. Pustaka Setia, Bandung: 1998

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.