TAHLIL – Sebuah Analisis Tradisi

By | 01/01/2010

Pengertian Tahlil, Analisis, Urgensi, Waktu-waktu dan Rincian proses diadakannya Tahlilan.
Pendahuluan
Berdasarkan studi sejarah Islam di Indonesia banyak dikemukakan bahwa kelompok-kelompok tarekat telah berkembang pesat sejak abad ke 13. Perkiraan bahwa kelompok tarekat merupakan kelompok yang mentradisikan tahlilan/zikir didasarkan pada konsep ajaran-ajaran yang dikembangkan. Awal mula acara tahlilan/zikrullah tersebut berasal dari upacara peribadatan (selamatan) nenek moyang bangsa indonesia yang mayoritasnya Hindu dan Budha. Upacara tersebut sebagai bentuk penghormatan dan mendo’akan orang yang telah meninggalkan dunia yang diselenggarakan pada waktu seperi halnya tahlilan.
Namun acara tahlilan secara praktis di lapangan berbeda dengan prosesi selamatan agama lain yaitu dengan cara mengganti mantra dan do’a-do’a ala agama lain dengan bacaan dari Al-Qur’an, maupun dzikir-dzikir dan do’a-do’a versi islam. Dapat disebutkan inti ajaran tarekat adalah pelaksanaan zikrullah sebagai jalan untuk mensucikan dan mendekatkan diri kepada Sang khaliq. Upacara selamatan bagi orang meninggal (tradisi tahlilan) hari ke-1, 2, 3, 7, 40, 100 atau seribu hari hingga haul (ulang tahun kematian yang dilaksanakan setiap tahun) dengan kegiatan tahlil adalah suatu tradisi untuk menanamkan tauhid ditengah suasana keharuan duka yang sentimental dan sugestif. Aktifitas tahlil/zikir yang berawal dari ajaran tarekat itulah yang kemudian meluas menjadi tradisi tahlilan. Dikatakan sebagai tahlil, karena memang dalam pelaksanaanya lebih banyak membaca kalimat-kalimat tahlil yang mengesakan Allah seperti ‘tahlil‘ (membaca lailaha illallah), tahmid, dan lain sebagainya sesuai dengan tradisi masyarakat setempat atau pemahaman dari guru (syekh) suatu daerah tertentu.
Kehadiran instrument islam akan selalu mengakibatkan transformasi social menuju suatu bentuk baru yang tidak serta merta memotong habis masa lampau budaya local yang dimasukinya, melainkan dapat juga melestarikan apa saja yang baik dan benar dari masa lampau. Seperti jilbab pada masyarakat Arab, sirwal pada masyarakat India, dan lain sebagainya. Tradisi tahlilan tidak hanya dikenal dikalangan umat Isalam di Indonesia. Menurut Agus Sunyoto—penulis buku Syekh Siti Jenar—berpendapat bahwa tahlil juga dilaksanakan di Iran, Hal tersebut didasarkann pada kenyataan bahwa ketika Imam Khomeini-pemimpin Syi’ah-meninggal juga diadakan tahlil untuk mendo’akanya.
Pembahasan
A. Pengertian
Kata tahlil merupakan masdar yang berasal dari bahasa arab yaitu : Halala-tahlilan-tahlil, artinya membaca/mengucap kalimat “Laa ila ha illallah” makna inilah yang dimaksud dengan pengertian tahlilan. Dikatakan sebagai tahlil, karena memang dalam pelaksanaanya lebih banyak membaca kalimat-kalimat tahlil yang mengesakan Allah seperti ‘tahlil‘ (membaca laa ila ha illallah), tahmid. Dan lain sebagainya sesuai dengan tradisi masyarakat setempat atau pemahaman dari guru (syekh) suatu daerah tertentu. Pada pelaksanaan tahlilan selain bacaan tahlil ada juga beberapa ayat Al-Qur’an, tasbih, hamdalah, sahalawat dan lain sebagainya yang bagi umat muslim dianggap memiliki fadhilah dan syafaat. Mereka sering mengamalkanya dalam segala macam acara ritual, bahkan dalam resepsi (sebelum atau sesudah akad nikah pun mereka tidak meninggalkan amalan tahlilan ini. Dengan kata lain : digunakan bacaan-bacaan tetentu yang mengandung banyak keutamaan (fadhilah). Fenomena yang terlihat di masyrakat ada beberapa jenis makna penyebutan kata pelaksanaan tahlilan umumnya dipakai untuk persembahan yang dikelompokan menurut jenis, maksud,dan suasana; ketika dipakai untuk peristiwa gembira disebut syukuran, untuk peristiwa sedih (kematian) atau untuk meminta perlindungan (pindah rumah, menempati kantor/rumah baru, awal membuka usaha dll.) disebut selamatan (mohon perlindungan), dan untuk meminta sesuatu disebut hajatan (menghasratkan sesuatau). Disamping itu juga tahlil dilaksanakan pada acara-acara tetentu seperti pada saat seseorang akan pergi jauh dan dalam waktu yang cukup lama (pergi haji, merantau belajar, atau bekerja diluar negeri), acara pertemuan keluarga seperti arisan keluarga maupun halal- bihalal, khitanan. Tradisi tahlil dalam masyrakat jawa juga sering disebut dengan kata sedekah (sedekahan, karena dalam setiap kegiatannya diangggap selalu memberikan sedekah (pemberian) baik bagi mereka yang datang berkunjung atau bagi pemilik hajat. Jadi masing-masing saling bersedekah (memberi) dalam bentuk barang atau pun berupa dukungan moral yang sangat mereka harapkan. Dukungan moral diantara mereka secara psikologis dapat saling memberi motivasi. Dalam kenyataan istilah syukuran, hajatan dan sedekah sulit dibedakan, mereka lebih sering menggunakan kata tahlilan.
B.Prosesnya
Telah kita maklumi bersama bahwa acara tahlilan merupakan upacara ritual seremonial yang biasa dilakukan oleh keumuman masyarakat Indonesaia untuk memperingati hari kematian. Secara bersama-sama , berkumpul sanak saudara, handai taulan, beserta masyarakat sekitarnya. Membaca beberapa ayat Al-Qur’an , dzikir-dzikir dan disertai dengan do’a-do’a tertentu untuk dikirimkan kepada si mayit. Karena dari sekian materi bacaanya terdapat kalimat tahlil yang dilulang-ulang (ratusan kali bahkan ada yang sampai ribuan kali), maka acara tersebut dikenal dengan istilah tahlilan. Dalam masyarakat acara tahlilan ini biasanya ada dua versi dalam pelaksanaanya yaitu; pertama acara tahlilan yang diselenggarakan setelah selesai proses penguburan (terkadang dilakukan sebelum penguburan mayit), kemudian terus berlangsung setiap hari sampai hari ketujuh. Lalu diselenggaran kembali pada hari ke- 40, 100 dan 1000. Untuk selanjutnya acara tersebut diadakan tiap tahun dari hari kematian si mayit, walaupun terkadang berbeda antar satu tempat dengan tempat lainnnya.
Untuk rincianya adalah sebagai berikut :
• Geblag atau surtanah yang diadakan pada saat meninggalnya seseorang
• Nelung dina, Yaitu selamatan kematian yang diselenggarakan pada hari ketiga sesudah saat meninggalnya seseorang.
• Mitung dina,Yaitu selamatan kematian yang diselenggarakan pada hari ketujuh sesudah saat meninggalnya seseorang.
• Matang puluh,Yaitu selamatan kematian yang diselenggarakan pada hari keempat puluh sesudah saat meninggalnya seseorang.
• Nyatus, Yaitu selamatan kematian yang diselenggarakan pada hari keseratus sesudah saat meninggalnya seseorang.
• Mendak sepisan dan mendak pindo, masing-masing selamatan kematian yang dilakukan pada waktu sesudah satu tahun dan dua tahunnya dari saat meningalnya seseorang.
• Nyewu, sebagai selamatan saat-saat sesudah kematian seseorang yang bertepatan dengan genap keseribu harinya. Selamat ini kadang-kadang disebut juga dengan sedejah nguwis-nguwisi. Artinya yang terakhir kali.
Kedua, untuk acara rutinitas suatu desa pada setiap malam jum’at dan dilaksanakan secara bergilir dari rumah ke rumah. Adapun nanti setiap rumah yang mendapatkan gilirannya, tuan rumah biasanya akan mempersiapkan sajian hidangan berupa makanan kecil/snack atau kadang ada prasmanan. Akan tetapi penyajian hidangan ini tidak ditentukan, jadi menurut kemampuan masing-masing dari tuan rumah. Biasanya, di pedesaan tahlilan diadakan pada malam hari (setelah sholat isya’)akan tetapi jika di kota tahlilan biasanya pada waktu makan siang (setelah sholat duhur) ataupun pada malam harii (setelah sholat magib).
C. Analisis
Acara tahlilan -paling tidak- terfokus pada dua acara yang paling penting yaitu:
• Pertama: pembacaan beberapa ayat/surat Al-Qur’an, dzikir-dzikir dan disertai dengan do’a-do’a tertentu. Pada umumnya bacaan-bacaan yang dibaca adalah pertama dengan membaca surat Al-Fatihah beberapa kali kemudian dilanjutkan dengan membaca Surat Yasin setelah itu Surat Al-Ikhlas 3x, Surat Al-Falaq 1x, Surat An-nas 1x dilanjutkan sebagian dari ayat-ayat dari surat Al-Baqarah dan bacaan sholawat, tasbih, tahmid, istigfar dan tahlil dan ditutup dengan bacaan do’a.
• Kedua : Penyajian hidangan. Setelah proses pembacaan tahlil selesai kemudian dilanjutkan dengan penyajian hidangan yang sudah disiapkan sebelumnya oleh tuan rumah. Pada umumnya hidangan yang disajikan adalah berupa snack/makaan kecil akan tetapi kadang juga dilanjutkan dengan prasmanan( makan bersama).
Urgensi
Geertz menjelaskan bahwa selamatan (tahlilan) tidak hanya dilakukan dengan maksud untuk memelihara rasa solidaritas bagi manusia yang melakukannya akan tetapi juga dalam rangka memelihara hubungan baik dengan arwah nenek moyang. Kecuali itu menurut Geertz selamatan juga mempunyai aspek-aspek keagamaan, karena selama kegiatan ini berlangsung segala perasaan agresif terhadap orang lain akana hilang, dan akan merasa tenang.

Dirangkum dari berbagai sumber

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.